MATAINDONESIA.CO.ID, Surabaya — Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) angkat suara menanggapi tudingan dirinya terafiliasi dengan jaringan zionisme internasional. Isu tersebut mengemuka setelah beredarnya dokumen Risalah Rapat Harian Syuriyah PBNU tertanggal 20 November 2025, yang diduga memuat keputusan pemberhentian dirinya sebagai Ketua Umum PBNU. Dokumen itu ditandatangani Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar, namun hingga kini keabsahannya belum terkonfirmasi.
Dalam keterangan kepada media selepas Rapat Koordinasi Ketua PWNU se-Indonesia di Surabaya, Minggu (23/11) dini hari, Gus Yahya menjelaskan bahwa kunjungannya ke Israel pada tahun 2018 merupakan agenda resmi menghadiri sebuah forum internasional di Yerusalem. Dalam kesempatan itu, ia bertemu sejumlah tokoh, termasuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
“Tahun 2018 saya pernah pergi ke Israel. Saya bertemu Netanyahu, saya bertemu dengan Presiden Israel, dan berbagai elemen lain dalam forum resmi. Itu tidak pernah menjadi persoalan di internal NU,” ujar Gus Yahya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menegaskan bahwa perjalanan itu sudah diketahui publik bahkan sebelum dirinya terpilih sebagai Ketua Umum PBNU dalam Muktamar ke-34 di Bandar Lampung pada 2021.
Dalam dokumen yang beredar, salah satu alasan pemberhentian Gus Yahya disebut berasal dari polemik kehadiran akademisi pro-zionis Peter Berkowitz sebagai pemateri dalam Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama (AKN NU) pada 15 Agustus 2025 di Jakarta.
Jajaran Syuriyah PBNU dalam dokumen tersebut menilai bahwa mengundang narasumber yang dinilai memiliki keterkaitan dengan jaringan zionisme internasional bertentangan dengan nilai Ahlussunnah wal Jamaah An-Nahdliyah serta Muqaddimah Qanun Asasi NU.
Dokumen itu juga mengutip Pasal 8 huruf a Peraturan Perkumpulan NU Nomor 13 Tahun 2025 tentang pemberhentian fungsionaris terkait tindakan yang dianggap mencemarkan nama baik organisasi.
Hingga rilis ini diterbitkan, baik PBNU maupun Rais Aam KH Miftachul Akhyar belum memberikan pernyataan resmi terkait keaslian dokumen Risalah Rapat Harian Syuriyah tersebut. Sejumlah petinggi NU di tingkat wilayah dan cabang juga menyatakan masih menunggu klarifikasi struktural.
Pengamat organisasi keagamaan menilai bahwa dinamika ini mencerminkan proses internal yang belum final dan memerlukan komunikasi yang lebih terbuka untuk menghindari bias informasi.
Isu pemakzulan ini muncul di tengah intensitas agenda kaderisasi dan penguatan struktur PBNU. Akademi Kepemimpinan Nasional (AKN NU) menjadi salah satu program strategis yang dirancang untuk mencetak pemimpin baru NU. Karena itu, pemilihan narasumber dianggap memiliki sensitivitas ideologis.
Situasi ini memicu diskusi luas di kalangan warga Nahdliyin mengenai batasan hubungan internasional, independensi akademik, dan sensitivitas geopolitik yang melibatkan isu Palestina-Israel.
Gus Yahya menegaskan bahwa dirinya akan tetap fokus menjalankan tugas administratif dan kepemimpinan hingga ada keputusan resmi dari mekanisme organisasi yang sah. Sementara itu, publik Nahdliyin dan pengamat menunggu klarifikasi PBNU terkait keabsahan dokumen risalah agar polemik tidak berkembang menjadi spekulasi.













