MATAINDONESIA.CO.ID, JAKARTA – Rencana Presiden Prabowo Subianto membuka peluang pengembangan perkebunan kelapa sawit di Papua kembali memantik polemik. Isu ini tak lagi sekadar soal ekonomi dan bioenergi, tetapi menyentuh langsung lingkungan hidup dan hak masyarakat adat. Amnesty International Indonesia angkat suara dan menilai arah kebijakan ini sarat risiko ekologis dan kepentingan bisnis.
Presiden Prabowo sebelumnya mendorong pemanfaatan sumber daya lokal Papua untuk menopang ketahanan energi nasional. Sawit digadang-gadang sebagai solusi strategis untuk memperkuat bioenergi dan menekan impor BBM. Namun bagi Amnesty, narasi tersebut mengabaikan jejak panjang kerusakan lingkungan akibat ekspansi sawit di berbagai daerah.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai pernyataan Presiden sepanjang tahun menunjukkan pola yang kontradiktif. Pemerintah, kata dia, mendorong perluasan lahan sawit sejak awal tahun sembari meremehkan ancaman deforestasi. Ironisnya, bencana ekologis justru menutup tahun di sejumlah wilayah Sumatera.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Awal tahun meminta tambah lahan sawit dan mengatakan tidak perlu takut deforestasi. Akhir tahun, Sumatera diterjang bencana ekologis. Ini seperti lupa bahwa pembabatan hutan selalu membawa dampak serius bagi lingkungan dan manusia,” ujar Usman dalam keterangan tertulis, Kamis (18/12).
Amnesty menegaskan, berbagai kajian masyarakat sipil dan pakar lingkungan telah lama membuktikan korelasi kuat antara kerusakan hutan dan meningkatnya bencana ekologis. Perubahan tata guna lahan akibat perkebunan skala besar dinilai memperparah dampak krisis iklim. Karena itu, menjadikan Papua sebagai target baru ekspansi sawit disebut sebagai langkah mundur.
Papua, menurut Amnesty, bukan lahan kosong yang siap dieksploitasi. Wilayah ini merupakan benteng terakhir hutan hujan tropis dunia, sejajar dengan Amazon dan Cekungan Kongo, yang berperan penting bagi keseimbangan iklim global.
“Ketika Papua diminta ditanami sawit, muncul pertanyaan serius: ini suara Presiden Republik Indonesia, atau justru terdengar seperti suara Presiden Direktur perusahaan sawit?” tegas Usman.
Ia mengingatkan, hutan Papua menyimpan nilai ekologis, sosial, dan budaya yang tak tergantikan. Kawasan tersebut menjadi ruang hidup masyarakat adat yang menjaga alam melalui kearifan lokal. Amnesty menilai, tanpa perlindungan ketat, ekspansi sawit berpotensi memicu konflik agraria, pelanggaran hak adat, dan kerusakan lingkungan permanen.
Wacana penanaman sawit di Papua disampaikan Presiden Prabowo dalam pertemuan bersama para kepala daerah Papua di Istana Negara, Jakarta, Selasa (16/12). Dalam forum itu, Presiden menekankan peran sawit untuk mendukung bioenergi dan kemandirian energi nasional.
Namun Amnesty mengingatkan, pembangunan ekonomi tidak boleh mengorbankan hutan terakhir Indonesia dan hak masyarakat adat. Di tengah krisis iklim yang kian nyata, kebijakan hari ini akan menjadi warisan ekologis atau bencana bagi generasi mendatang.











