Mengenal Muhammad Arif Nuryanta, Hakim Terpeleset Suap 60 Miliar

- Editorial Team

Rabu, 16 April 2025 - 04:58 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sumber WA Group

Sumber WA Group

Banyak sudah saya kenalkan koruptor elite di negeri ini. Saya pikir sudah tidak ada lagi. Eh, masih ada nongol. Namanya sangat keren berbau religius, Muhammad Arif Nuryanta. Sambil menunggu makan siang, ikan sampedas, mari kita berkenalan lagi seorang bedebah, pengkhianat rakyat.

Di negeri yang korupsinya sudah mencapai level warisan budaya tak benda, kita kedatangan satu lagi tokoh besar. Bukan tokoh fiktif. Bukan juga aktor sinetron. Tapi manusia nyata bernama Muhammad Arif Nuryanta. Lahir di Kulonprogo, 7 Oktober 1971. Beliau tidak hanya sekadar manusia biasa, ia adalah anak hukum surga yang pernah kita harapkan jadi penyelamat lembaga peradilan.

Perjalanan kariernya bisa bikin lulusan Harvard minder. Ia mulai sebagai calon hakim di PN Batang tahun 2001, lalu menapaki tangga-tangga suci keadilan: Tanah Grogot, Banjarbaru, Banjarnegara, Karawang. Lalu ia jadi Ketua PN Bangkinang (Google Maps butuh waktu cari tempat ini), Ketua PN Purwokerto, Wakil Ketua PN Jakarta Pusat, sampai akhirnya naik ke tahta tertinggi: Ketua PN Jakarta Selatan pada 7 November 2024.

ADVERTISEMENT

ads

SCROLL TO RESUME CONTENT

Oh betapa harum namamu, Pak Arif. Engkau bak Dewa Temis versi Kulonprogo, penegak keadilan yang tak tergoyahkan… hingga aroma fulus merasuk ke lubuk jubahmu.

Kejaksaan Agung menangkapnya pada Sabtu malam, 12 April 2025. Bukan karena terlambat sidang. Tapi karena dugaan suap Rp 60 miliar dalam kasus ekspor minyak sawit (CPO). Ya, enam puluh miliar. Bukan enam puluh ribu. Ini uang yang bisa beli satu planet kecil dan masih sisa buat traktir alien makan rendang.

Uang ini diduga diberikan untuk mengatur putusan lepas atas tiga korporasi raksasa: Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group. Sebelumnya jaksa menuntut uang pengganti jumbo. Tapi Arif, dalam kemurahan hatinya, justru membebaskan mereka. Barangkali karena hatinya lebih besar dari dompet rakyat.

Penangkapan ini hasil dari penyidikan berlapis. Bermula dari kasus korupsi lain di Surabaya, lalu menjalar seperti virus moral ke PN Jaksel. Pada 11 April malam, lima lokasi digeledah. Hasilnya, uang asing, dokumen, dan mungkin sisa air mata keadilan yang tercecer di sudut rak buku.

Tak hanya Arif yang ditangkap. Tiga lainnya ikut, seorang panitera muda PN Jakarta Utara dan dua pengacara. Komplotan elite yang seharusnya menegakkan hukum, tapi malah menjadikannya mainan monopoli.

Sekarang Arif mendekam di Rutan Salemba cabang Kejagung. Dulu duduk di kursi empuk ruang sidang. Sekarang, duduk di lantai sel sambil memikirkan nasib. Dulu menggenggam palu keadilan, sekarang mungkin menggenggam sandal jepit pinjaman. Ironi? Tidak. Ini karma dalam format full HD.

Arif bukan sekadar koruptor. Ia simbol kegagalan total sistem moral dalam peradilan. Ia adalah pahlawan yang membakar patungnya sendiri. Dari hakim agung jadi terdakwa memalukan. Dari penegak hukum jadi pelawak hitam yang membuat rakyat ingin muntah melihat berita.
Kami, rakyat jelata yang tiap hari disuruh jujur, hemat, dan patuh aturan, cuma bisa menatap layar TV sambil berkata,
“Ya Tuhan, ternyata harga keadilan di Indonesia adalah 60 miliar. Cash. Plus mungkin bonus voucher hotel.”

Semoga Pak Arif betah di sel. Semoga suara tikus penjara bisa menggantikan bisikan amplop yang dulu meninabobokannya. Semoga kami tak lagi tertipu wajah-wajah suci penuh gelar, karena rupanya, yang paling merusak negeri ini bukan preman, tapi mereka yang berdasi dan mengaku suci. Muntah kami, Pak. Muntah.

#camanewak
Rosadi Jamani
Ketua Satupena Kalbar

Facebook Comments Box

Berita Terkait

“Tambahan Syarat Bupati Majene untuk Pengukuhan Kades Melampaui Kewenangan” Oleh Parman (Ketua Palpasi Majene)
Putusan MK Terkait Pemisahan Pemilu Nasional dan Pemilu Mengandung Cacat Bawaan UUD NRI 1945 Oleh : Dr. Asrullah S.H., M.H. (Pakar Hukum Tata Negara & Senior Counsel Law Firm Rudal and Parthner)
Gugusan Pulau, Gugusan Risiko: Dari Perspektif Stetoskop Seorang Dokter
Dina Hidayana: Kontradiksi Afirmasi Perempuan, Mencetak Generasi Unggul atau Mandul?
Menunggu KUHP Baru Sebagai Landasan Membahas RUU Perampasan Aset
Menunggu Hari-Hari Kesengsaraan

Berita Terkait

Senin, 29 September 2025 - 16:34 WITA

Deklarasi di Shanghai, PB PORDI, KTC dan GP Ansor Bawa Domino Mendunia

Selasa, 2 September 2025 - 06:04 WITA

Organisasi Pemuda Lintas Iman Apresiasi Respons Cepat Presiden Prabowo, Ansor Instruksikan Kader Jaga Kampung

Senin, 1 September 2025 - 13:24 WITA

“Tambahan Syarat Bupati Majene untuk Pengukuhan Kades Melampaui Kewenangan” Oleh Parman (Ketua Palpasi Majene)

Senin, 1 September 2025 - 13:08 WITA

Warga Gelar Aksi di KPK, Desak Penetapan Bupati Pati Sudewo sebagai Tersangka

Senin, 1 September 2025 - 13:00 WITA

Anggota DPR yang dinonaktifkan Partainya masih mendapat gaji, begini kata pakar …

Sabtu, 30 Agustus 2025 - 06:53 WITA

Sekretaris Jenderal BPP KKMSB, Isra D Pramulya: Utamakan Perdamaian, Tolak Provokasi Anarkis, Jaga Persatuan Bangsa

Rabu, 27 Agustus 2025 - 17:32 WITA

Andi Muh. Riski AD Pemuda Pelopor Desa Sulawesi Barat yang punya semangat membangun Daerah mulai dari Desa

Rabu, 27 Agustus 2025 - 14:28 WITA

Jelajahi Kekayaan Sulawesi Barat: Budaya, Kuliner, dan Seni Khas Mandar Hadir di “Discover Nusantara” Hotel Borobudur

Berita Terbaru