MATAINDONESIA.CO.ID, GAZA – Ketidakjelasan informasi kembali mewarnai konflik di Jalur Gaza setelah media Israel melaporkan tewasnya Yasser Abu Shabab, sosok yang digambarkan sebagai pemimpin geng bersenjata yang beroperasi di wilayah tersebut. Channel 14 mengumumkan kematiannya, sementara Radio Angkatan Darat Israel menyebut Abu Shabab tewas akibat serangan pihak tak dikenal. Hingga kini, tidak ada verifikasi independen yang memastikan kronologi maupun pihak yang bertanggung jawab atas kematiannya.
Faksi-faksi perlawanan Palestina sebelumnya menuding keberadaan geng-geng bersenjata yang disebut didukung Israel itu sebagai alat penjajah untuk mengganggu stabilitas internal Gaza dan melemahkan struktur perlawanan di lapangan.
Di tengah simpang-siur laporan tersebut, eskalasi militer kembali terjadi. Pada Rabu malam (3/12/2025), bentrokan sengit meletus di kota Rafah, Gaza selatan. Channel 14 melaporkan sebuah unit Hamas muncul dari jaringan terowongan bawah tanah dan melancarkan serangan mendadak terhadap pasukan Israel, termasuk menembakkan rudal anti-tank. Insiden itu menyebabkan tiga tentara Israel terluka.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam kontak tembak tersebut, beberapa pejuang Palestina dilaporkan tewas, sementara lainnya mundur kembali ke dalam terowongan. Pasukan Israel segera merespons dengan operasi pengejaran besar-besaran. Helikopter tempur terlihat mendarat dan menembaki sejumlah titik di Rafah sebagai bagian dari upaya mempersempit ruang gerak kelompok perlawanan.
Seorang pejabat Israel yang dikutip Channel 12 menegaskan kemungkinan adanya tindakan balasan yang lebih keras. “Kami memandang insiden Rafah dengan sangat serius dan tidak akan menoleransi segala upaya untuk melukai tentara kami,” ujarnya.
Eskalasi terbaru ini terjadi di tengah rangkaian pelanggaran gencatan senjata oleh Israel yang telah menewaskan ratusan warga Palestina sejak beberapa pekan terakhir. Kondisi di Gaza kembali berada di ambang ledakan konflik yang lebih luas, sementara proses verifikasi fakta di lapangan kian sulit dilakukan akibat terbatasnya akses internasional dan rusaknya infrastruktur komunikasi.
Sumber Berita : Sindonews












