MATAINDONESIA.CO.ID, Jakarta — Mantan Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Mayor Jenderal Purn. Muchdi Purwoprandjono (Muchdi Pr) kembali menjalani pemeriksaan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dalam rangka penyelidikan pelanggaran HAM berat kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib.
Muchdi hadir di kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, pada Jumat, 21 November 2025, dan menjalani pemeriksaan selama hampir dua setengah jam. Ia terlihat keluar dari gedung sekitar pukul 10.25 WIB, mengenakan kemeja putih dan celana hitam, didampingi lebih dari dua pengawal sebelum langsung memasuki mobil hitam yang telah menunggunya.
Komnas HAM: Muchdi Diperiksa, Materi Belum Bisa Dibuka
Ketua Komnas HAM Anis Hidayah membenarkan bahwa Muchdi dimintai keterangan dalam rangka pendalaman penyelidikan kasus Munir. Namun, ia menegaskan bahwa substansi pemeriksaan belum dapat dipublikasi.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Iya, kami periksa. Tapi soal materinya apa, kami enggak bisa sampaikan, ya,”
— Anis Hidayah, Ketua Komnas HAM.
Komnas HAM sebelumnya telah membentuk Tim Ad Hoc untuk menghidupkan kembali penyelidikan kasus Munir sebagai dugaan pelanggaran HAM berat. Tim ini menghimpun dokumen baru maupun lama, serta melakukan koordinasi intensif dengan Kejaksaan Agung dan kepolisian, termasuk melakukan telaah ulang atas seluruh Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Anis memastikan bahwa lembaganya akan terus memanggil saksi-saksi lain dan menyusun laporan komprehensif.
Kasus Munir: Dua Dekade Berlalu, Keadilan Belum Tuntas
Munir Said Thalib tewas diracun arsenik dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 menuju Belanda pada 7 September 2004. Ia sedang dalam perjalanan untuk melanjutkan studinya di Universitas Utrecht.
Nama Muchdi Pr kembali mengemuka karena pada saat kejadian ia menjabat sebagai Deputi V BIN, dan diduga memiliki hubungan dengan Pollycarpus Budihari Priyanto—terpidana dalam kasus ini. Tim Pencari Fakta (TPF) menemukan rekaman komunikasi antara keduanya sebelum dan sesudah Munir meninggal.
Pada 2008, Muchdi sempat didakwa sebagai otak pembunuhan berencana dengan motif dendam terkait kasus penculikan aktivis 1998. Namun ia diputus tidak bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Meski demikian, banyak pihak menilai putusan tersebut menyisakan pertanyaan besar. Komnas HAM menyatakan bahwa kasus ini memiliki indikasi kuat sebagai pelanggaran HAM berat karena terdapat dugaan perencanaan sistematis yang melibatkan fasilitas negara.
Komnas HAM menegaskan bahwa pemeriksaan Muchdi merupakan bagian dari upaya mendorong penuntasan kasus yang selama lebih dari dua dekade dianggap stagnan. Dengan langkah investigasi terbaru ini, Komnas HAM berharap terbuka jalan baru menuju kepastian hukum atas kematian salah satu pembela HAM paling vokal di Indonesia itu.












