Jakarta – MataIndonesia. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan pentingnya pembentukan badan pengawas khusus untuk mengontrol distribusi gas elpiji bersubsidi 3 kilogram (kg). Menurutnya, besarnya anggaran subsidi yang dikeluarkan pemerintah tidak sebanding dengan lemahnya sistem pengawasan yang ada saat ini.
“Distribusi subsidi elpiji senilai Rp80 triliun hingga Rp87 triliun hanya diawasi oleh pejabat eselon II dengan tujuh anggota. Ini tidak adil jika dibandingkan dengan BBM subsidi yang diawasi langsung oleh BPH Migas dengan anggaran Rp135 triliun–Rp170 triliun,” ungkap Bahlil dalam keterangan tertulis di Jakarta.
Mantan Ketua Umum HIPMI ini menilai, regulasi penyaluran gas elpiji sebenarnya sudah tersedia dan memadai. Namun, lemahnya pengawasan membuat peluang penyalahgunaan subsidi masih terbuka lebar. Untuk itu, pemerintah tengah menggodok dua skema pembentukan lembaga pengawas, yakni badan ad hoc bersifat sementara atau badan permanen yang diatur lewat Peraturan Presiden (Perpres).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Kita tidak boleh kecolongan lagi seperti Februari lalu,” ujar Bahlil merujuk pada krisis distribusi gas elpiji 3 kg yang sempat terjadi dan memicu antrean panjang serta keresahan masyarakat di berbagai wilayah.
Sebagai respons atas gangguan tersebut, pemerintah telah mulai memperbaiki tata kelola distribusi elpiji bersubsidi. Salah satu langkahnya adalah melarang pengecer menjual elpiji 3 kg dan membatasi distribusi hanya melalui pangkalan resmi Pertamina. Selain itu, pemerintah tengah menyiapkan aturan baru yang memungkinkan warung kelontong berubah status menjadi sub-pangkalan Pertamina, guna memperpendek rantai distribusi dan memastikan subsidi tepat sasaran.
“Prosesnya sudah berjalan. Regulasi hampir final dan akan segera diumumkan setelah ditandatangani,” tutup Bahlil.
Langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam memperbaiki ekosistem distribusi energi bersubsidi serta menjaga keberpihakan terhadap masyarakat kecil agar tidak dirugikan oleh celah penyimpangan yang selama ini terjadi.