Jakarta – MataIndonesia. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) GP Ansor mendesak Kejaksaan Agung melakukan audit forensik atas aset PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) menyusul putusan pailit perusahaan tekstil tersebut. Ketua LBH GP Ansor, Dendy Zuhairil Finsa, menilai langkah itu diperlukan guna menelusuri kemungkinan pengalihan aset secara ilegal dan memulihkan potensi kerugian negara.
Dendy menyebut keruntuhan Sritex menyingkap kelemahan regulasi korporasi Indonesia. Menurutnya, para pengendali perusahaan kerap menikmati laba saat bisnis berjaya, namun berlindung dari tanggung jawab ketika perusahaan ambruk. “Sistem akuntabilitas korporasi harus mampu menembus batas perlindungan perseroan dan menjerat pemilik secara pribadi bila terbukti melanggar hukum,” ujarnya dalam wawancara di Jakarta, Ahad (15/6).
Ia menegaskan prinsip piercing the corporate veil dapat diterapkan: apabila terbukti para pengendali menggunakan perseroan untuk memperkaya diri secara melawan hukum, maka aset pribadi mereka patut disita. “Jika ada unsur korupsi yang merugikan keuangan negara, Pasal 2 dan 3 Undang‑Undang Tipikor bisa digunakan,” kata Dendy.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
LBH GP Ansor juga mendorong Kejaksaan memanfaatkan Pasal 18 UU Tipikor untuk mengejar aset pribadi pemilik Sritex, termasuk aset yang telah disamarkan atau dialihkan. Langkah ini, tutur Dendy, penting demi keadilan publik dan pengembalian kerugian negara.
Agar kasus serupa tak berulang, ia mengusulkan reformasi menyeluruh, mulai dari pengawasan korporasi, audit forensik rutin terhadap debitur bank BUMN, hingga regulasi yang memungkinkan pemilik atau pengurus dimintai pertanggungjawaban pribadi bila bertindak dengan itikad buruk. “Negara tidak boleh kalah menghadapi aktor korupsi yang bersembunyi di balik entitas korporasi,” tandasnya.