MATAINDONESIA.CO.ID – JAKARTA. Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI sekaligus anggota Fraksi PDI-P, Said Abdullah, menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) tidak mengenal istilah anggota DPR “nonaktif”. Artinya, lima anggota DPR RI yang dinyatakan nonaktif oleh partainya—Adies Kadir (Golkar), Ahmad Sahroni (NasDem), Nafa Urbach (NasDem), Eko Patrio (PAN), dan Uya Kuya (PAN)—secara hukum masih berstatus anggota DPR aktif.
“Baik dalam Tatib maupun UU MD3, tidak ada istilah nonaktif,” kata Said di Gedung DPR RI, Senin (1/9/2025).
Said menjelaskan, status anggota DPR hanya dapat berubah melalui mekanisme pergantian antar waktu (PAW). Selama belum ada PAW, anggota yang dinyatakan nonaktif oleh partai tetap menerima gaji dan tunjangan. “Kalau sudah tidak di Banggar, ya otomatis tidak ikut membahas anggaran. Tapi soal hak-hak keuangan, tetap diterima,” ujarnya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Meski demikian, Said menolak berkomentar lebih jauh mengenai keputusan internal PAN, Golkar, dan NasDem. Ia menekankan bahwa PDI-P menghormati keputusan masing-masing partai. “Pertanyaan lebih tepat ditujukan kepada partai yang bersangkutan. Saya tidak dalam posisi menilai itu,” pungkasnya.
Senada dengan Said, dosen hukum tata negara Universitas Indonesia, Titi Anggraini, menyebutkan bahwa istilah “nonaktif” di luar koridor UU MD3 dan Tata Tertib DPR tidak tepat. Menurutnya, istilah tersebut hanya berlaku bagi anggota atau pimpinan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang sedang dalam proses pemeriksaan atas pengaduan.
“Selama belum ada keputusan PAW atau pemberhentian tetap, anggota DPR tetap berhak atas gaji dan fasilitas,” jelas Titi.
Ia menambahkan, mekanisme perubahan status anggota DPR hanya bisa dilakukan melalui PAW sebagaimana diatur dalam Pasal 239 UU MD3. Proses PAW melibatkan usulan partai, pimpinan DPR, dan penetapan presiden. Sementara itu, Pasal 244 UU MD3 hanya mengatur pemberhentian sementara bagi anggota DPR yang berstatus terdakwa kasus pidana umum dengan ancaman hukuman minimal lima tahun, atau terdakwa kasus pidana khusus.
Dengan demikian, Titi menegaskan bahwa PAW adalah satu-satunya mekanisme hukum yang sah untuk mengakhiri masa jabatan anggota DPR sebelum waktunya. Istilah “nonaktif” yang digunakan partai politik tidak memiliki landasan hukum dalam UU MD3.












