Jakarta – MataIndonesia. Kejaksaan Agung menyoroti adanya penyimpangan dalam proyek pengadaan laptop berbasis Chromebook oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk tahun anggaran 2019–2022. Proyek ini dinilai tidak sesuai dengan rekomendasi awal dari Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), yang seharusnya menjadi pedoman agar proses pengadaan berjalan sesuai hukum dan prinsip tata kelola yang baik.
“Sejak awal, tim teknis merekomendasikan agar sistem operasi yang digunakan adalah Windows, namun kemudian berubah menjadi Chromebook,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, saat ditemui di kompleks Kejaksaan Agung, Selasa (10/6/2025).
Menurut Harli, rekomendasi Jamdatun bersifat normatif dan tidak mencakup persetujuan terhadap spesifikasi teknis proyek. Pendampingan hukum yang diberikan, katanya, ditujukan agar seluruh tahapan pengadaan berjalan sesuai ketentuan hukum. “Apakah rekomendasi itu diikuti atau tidak, sepenuhnya tergantung pada kementerian yang meminta pendampingan,” tambahnya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pernyataan ini disampaikan untuk menanggapi pernyataan mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim, yang dalam konferensi pers sebelumnya menyatakan bahwa Kejaksaan, melalui Jamdatun, telah dilibatkan sejak awal proyek. Nadiem juga menyinggung adanya surat resmi dari Jamdatun bertanggal 24 Juni 2020, yang menurut kuasa hukumnya, Hotman Paris Hutapea, merupakan bukti pendampingan resmi.
Namun, Kejaksaan menegaskan surat tersebut hanya berisi pendapat hukum umum, bukan persetujuan menyeluruh terhadap pelaksanaan proyek. Harli menambahkan, “Jaksa Pengacara Negara (JPN) bahkan menyarankan agar dilakukan perbandingan antarproduk sebelum memutuskan spesifikasi.”
Perubahan pada sistem operasi inilah yang kini menjadi fokus dalam penyidikan. Kejaksaan menduga ada campur tangan pihak tertentu yang mendorong pengambilan keputusan teknis mengarah ke penggunaan Chromebook, diduga demi menguntungkan vendor tertentu.
Sejauh ini, tim penyidik telah memeriksa salah satu mantan staf khusus Mendikbudristek, Fiona Handayani, dan menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua mantan staf khusus lainnya. Penyidik juga telah menyita sejumlah barang bukti elektronik untuk mendalami proses pengadaan.
“Yang kami kejar adalah fakta hukum. Soal siapa yang bertanggung jawab, itu akan dipastikan lewat proses hukum, bukan polemik di luar,” kata Harli.
Kasus ini mencuat setelah Kejagung menemukan indikasi adanya kolusi atau rekayasa sistematis untuk mengarahkan tim pengadaan Kemendikbudristek agar menyusun kajian teknis yang mengunggulkan penggunaan laptop berbasis Chrome OS.
Kejaksaan juga tengah menelusuri siapa saja pengguna anggaran dan pengelola proyek pengadaan laptop tersebut, serta pihak pertama yang mengusulkan penggunaan Chromebook.
Proyek pengadaan ini diketahui memiliki nilai total mencapai Rp9,982 triliun, yang terdiri atas Rp3,582 triliun dari Dana Satuan Pendidikan (DSP) dan Rp6,399 triliun dari Dana Alokasi Khusus (DAK).