MATAINDONESIA.CO.ID, Jakarta – Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menilai Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah melakukan praktik tidak transparan dalam proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Ia menyebut DPR menyembunyikan pasal-pasal dalam draf terbaru KUHAP setelah menerima masukan dari Koalisi Masyarakat Sipil pada pertengahan 2025.
Pernyataan ini disampaikan Isnur dalam wawancara yang ditayangkan Kompas TV, Sabtu (22/11/2025). Ia menegaskan bahwa sejak pemberian masukan pada Juli lalu, DPR tidak pernah membuka kembali draf hasil revisi kepada publik.
Menurut Isnur, pihaknya bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil telah memberikan masukan resmi kepada Komisi III DPR RI pada Juli 2025. Setelah itu, tidak ada tindak lanjut berupa publikasi draf terbaru.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“DPR menyembunyikan, tidak pernah men-share hasil pasal-pasal draf KUHAP setelah sebagian dari kami termasuk YLBHI memberikan masukan di bulan Juli,” ujar Isnur.
“Kami sudah kirim surat permintaan keterbukaan informasi publik, tapi hasil panja dan perbaikannya tidak pernah diberikan.”
Upaya memperoleh akses draf tersebut melalui mekanisme resmi pun tidak mendapat respons dari DPR.
Panja Mendadak Sahkan, Paripurna 4 Hari Kemudian
Isnur menjelaskan bahwa secara tiba-tiba, pada pertengahan November, Panitia Kerja (Panja) RUU KUHAP menggelar rapat dan menyetujui draf tersebut di tingkat Komisi III. Tidak lama setelah itu, hanya empat hari berselang, DPR langsung mengesahkannya dalam Rapat Paripurna.
“Tidak ada kesempatan bagi masyarakat sipil, jurnalis, akademisi, maupun ahli pidana untuk mempelajari draf terakhir. Karena memang tidak diberi kesempatan.”
“Kami menonton sidang, kami mengikuti melalui YouTube, tapi kami tidak bisa mengomentari, tidak bisa memberi catatan, tidak bisa mengoreksi.”
Isnur menegaskan, kecepatan proses tersebut menunjukkan indikasi kuat bahwa DPR ingin mempercepat UU KUHAP tanpa partisipasi publik yang memadai.
Ketua YLBHI ini menyoroti hilangnya ruang diskusi publik dalam proses legislasi. Padahal KUHAP adalah salah satu payung hukum paling fundamental dalam sistem peradilan pidana Indonesia.
“Dinamika, kritik, wacana, masukan dari masyarakat tidak terjadi. Orang belum sempat memahami isi undang-undangnya.”
Ia menambahkan bahwa draf 115 halaman yang beredar dan dapat diunduh publik ternyata baru diunggah pada pagi hari menjelang Sidang Paripurna. Hal ini semakin menguatkan dugaan adanya proses yang tidak terbuka.
Risiko UU KUHAP Tanpa Keterlibatan Publik
Aktivis HAM dan pakar hukum pidana sejak awal telah memperingatkan bahwa revisi KUHAP memiliki banyak pasal bermasalah:
-
potensi kriminalisasi warga,
-
perluasan kewenangan aparat tanpa kontrol,
-
kemunduran prinsip due process of law, dan
-
melemahnya jaminan hak-hak tersangka maupun korban.
Dengan minimnya transparansi, masyarakat tidak dapat mengawasi apakah pasal bermasalah tersebut sudah diperbaiki atau justru diperkuat.
YLBHI Mendorong Transparansi dan Pembukaan Draf Asli
Isnur menegaskan bahwa YLBHI bersama Koalisi Masyarakat Sipil akan terus menuntut pembukaan draf final RUU KUHAP sebagai bentuk jaminan hak publik untuk mengetahui proses legislasi yang berdampak luas terhadap hak kebebasan warga negara.
Proses legislasi RUU KUHAP yang berlangsung cepat dan tertutup menimbulkan kritik luas dari masyarakat sipil. Publik kini menunggu respons resmi DPR RI atas tudingan tidak transparan tersebut, terutama terkait akses draf final yang hingga kini masih tertutup.












