MataIndonesia-Jakarta. Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengeluarkan pernyataan mengejutkan yang mengguncang dinamika tata kelola pemerintahan. Ia menegaskan bahwa seluruh aturan turunan yang selama ini menjadi landasan penempatan anggota Polri aktif pada jabatan sipil resmi tidak berlaku lagi, menyusul Putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025.
Melalui putusan monumental tersebut, MK menegaskan bahwa anggota Polri dilarang menduduki jabatan sipil apa pun sebelum mengundurkan diri atau pensiun, dan penempatan itu tidak bisa lagi diberikan hanya atas dasar izin Kapolri.
“Menurut saya itu tidak bisa dijadikan dasar untuk memberi jabatan-jabatan Polri di depan, atau di institusi-institusi sipil yang seperti kita kenal di institusi demokrasi,” tegas Mahfud dalam siniar Terus Terang pada kanal YouTube Mahfud MD Official, Kamis (20/11/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Pernyataan tersebut sekaligus menegaskan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020, revisi dari PP 11/2017 tentang Manajemen ASN, tidak lagi dapat digunakan sebagai dasar hukum penempatan aparat kepolisian aktif di jabatan sipil.
Mahfud menjelaskan, sesuai prinsip hierarki perundang-undangan, aturan turunan otomatis kehilangan legitimasi ketika substansi undang-undang yang lebih tinggi telah diputuskan berbeda oleh MK.
“Maka ini pun menjadi tercabut dengan sendirinya dari sudut hierarki Perundang-Undangan. Aturan di bawah tidak boleh membentur substansi aturan di atasnya,” tegas Mahfud.
Dengan demikian, seluruh landasan hukum yang selama ini dipakai untuk menempatkan polisi aktif di kementerian, lembaga negara, hingga birokrasi daerah tidak lagi sah digunakan.
Meski demikian, Mahfud menegaskan bahwa putusan MK tidak menghapus peran Polri di sektor non-kepolisian, sepanjang konteksnya adalah tugas pengamanan, bukan jabatan struktural.
“Bukan tidak boleh. Boleh tetapi tidak punya jabatan sipil. Misalnya mengawasi orang seminar, itu pengamanan. Ajudan-ajudan pejabat itu pengamanan. Itu Polri,” jelasnya.
Artinya, aparat kepolisian tetap dapat hadir di ruang-ruang publik, namun tanpa wewenang struktural yang melekat pada posisi sipil.
Dalam putusan 114/PUU-XXIII/2025, MK menghapus frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri. Frasa tersebut dinilai telah membuka celah penyimpangan selama bertahun-tahun.
Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menyatakan bahwa frasa itu bukan memperjelas, melainkan justru mengaburkan substansi dari ketentuan “mengundurkan diri atau pensiun”.
“Adanya frasa itu memperluas norma dan menimbulkan ketidakpastian hukum… bagi Polri yang menduduki jabatan di luar kepolisian, sekaligus bagi karier ASN,” ujar Ridwan dalam pertimbangan putusannya.
Dengan penghapusan frasa tersebut, MK memulihkan kembali kepastian hukum dan batas tegas antara ranah sipil dan kepolisian sesuai amanat UUD 1945.
Putusan ini berpotensi menjadi gelombang perubahan terbesar dalam tata kelola jabatan publik:
- Seluruh pejabat sipil yang berasal dari penugasan Polri kini harus mengundurkan diri atau kembali ke institusinya.
- Kementerian dan lembaga harus melakukan penataan ulang jabatan.
- Polemik mengenai tarik menarik peran sipil–kepolisian kembali memperoleh titik terang.
Pengamat menilai, putusan ini dapat menjadi babak baru penguatan netralitas birokrasi sekaligus pemulihan garis pemisah dalam demokrasi Indonesia.












