Jakarta – MataIndonesia. Perbedaan angka kemiskinan antara Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bank Dunia memicu diskusi hangat di ruang publik. Menyikapi hal tersebut, Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menegaskan bahwa pemerintah semestinya tetap konsisten menggunakan standar garis kemiskinan nasional yang selama ini menjadi pijakan dalam perumusan berbagai program pembangunan.
“Pemerintah sudah memiliki standar tersendiri yang telah digunakan sejak lama. Konsistensi terhadap standar tersebut penting karena seluruh program pembangunan dirancang selaras dengan data kemiskinan nasional yang telah diakui,” ujar Misbakhun kepada media di Jakarta, Rabu (11/6/2025).
Pernyataan ini disampaikan sebagai respons atas munculnya usulan dari berbagai kalangan agar pemerintah menyesuaikan definisi garis kemiskinan nasional mengikuti pembaruan metode dari Bank Dunia. Namun, menurut Misbakhun, pendekatan yang digunakan lembaga internasional seperti Bank Dunia belum tentu sepenuhnya menggambarkan kondisi sosial-ekonomi masyarakat Indonesia.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Setiap lembaga memiliki perspektif yang berbeda terhadap situasi di Indonesia,” ujar politisi Partai Golkar tersebut.
Ia menekankan bahwa fokus utama dalam kebijakan penanggulangan kemiskinan seharusnya bukan semata-mata pada angka statistik, melainkan pada efektivitas kebijakan dalam menjangkau kebutuhan riil masyarakat dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
“Yang terpenting bukan berapa jumlah rakyat miskin, tetapi bagaimana kita menanggulangi kemiskinan secara konkret,” tegasnya.
Lebih lanjut, Misbakhun mengingatkan pentingnya perhatian serius terhadap kelompok masyarakat rentan yang berada pada desil 1 hingga desil 4. Menurutnya, kelompok ini sering kali berada dalam kondisi miskin, meski tidak selalu tercatat dalam kategori kemiskinan ekstrem.
“Program perlindungan sosial harus diperkuat agar mereka tidak terjebak dalam kemiskinan kronis,” tambahnya.
Sebagai informasi, perbedaan data ini mencuat setelah Bank Dunia memperbarui metode perhitungan garis kemiskinan dari standar purchasing power parity (PPP) 2017 menjadi PPP 2021. Dalam laporan June 2025 Update to the Poverty and Inequality Platform, disebutkan bahwa jumlah penduduk miskin di Indonesia melonjak menjadi 194,4 juta jiwa, atau sekitar 68,91 persen dari total populasi. Hal ini seiring dengan naiknya ambang batas garis kemiskinan global dari US$6,85 menjadi US$8,30 per hari per orang.