Jakarta – MataIndonesia. PT Gag Nikel (GN) akhirnya memberikan pernyataan resmi terkait aktivitas pertambangan mereka di Pulau Gag, Raja Ampat, Papua Barat Daya, yang tengah menjadi sorotan publik. Perusahaan menegaskan bahwa seluruh kegiatan operasional dijalankan berdasarkan prinsip keberlanjutan dan mematuhi standar teknis yang berlaku.
Pelaksana Tugas Presiden Direktur PT Gag Nikel, Arya Arditya, menjelaskan bahwa lokasi tambang mereka tidak berada dalam kawasan Geopark Raja Ampat. Ia menyebut bahwa empat pulau utama yang tercakup dalam kawasan Geopark—Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool—tidak termasuk Pulau Gag.
“Karena letaknya cukup jauh dari keempat pulau itu, kegiatan pertambangan PT Gag Nikel dipastikan berada di luar wilayah Geopark Raja Ampat,” ujar Arya dalam keterangan tertulis, Selasa (10/6).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Arya juga menanggapi kritik yang menyebutkan bahwa aktivitas pertambangan merusak ekosistem Pulau Gag. Menurutnya, perusahaan telah mengimplementasikan berbagai sistem pengelolaan limbah dan pemantauan kualitas air guna menekan dampak lingkungan.
“Kami menjalankan operasional secara berkelanjutan dengan penerapan prosedur pengelolaan limbah yang sesuai dengan standar industri pertambangan,” jelas Arya.
Ia memaparkan bahwa PT Gag Nikel menggunakan sistem drainase, sump pit, dan kolam pengendapan untuk menampung limpasan air. Air tersebut kemudian disaring melalui lima tahap filtrasi sebelum dialirkan ke sungai, dengan pengukuran harian terhadap kadar Total Suspended Solids (TSS).
Perusahaan juga menjalankan sejumlah program lingkungan, termasuk reklamasi lahan bekas tambang, rehabilitasi daerah aliran sungai (DAS), serta pelestarian terumbu karang. Data internal mencatat bahwa hingga akhir 2024, reklamasi telah mencakup area seluas 131 hektare dengan lebih dari 350 ribu pohon ditanam.
Dari hasil pemantauan kualitas lingkungan pada 2024, disebutkan bahwa kadar polutan masih di bawah ambang batas. Nilai TSS berkisar antara 5–27 mg/L, pH air limbah antara 7–8, dan kadar Chromium VI tercatat di kisaran 0,03–0,07 mg/L.
Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan bahwa hasil inspeksi lapangan pada akhir Mei menunjukkan tidak ada indikasi pencemaran lingkungan yang serius di lokasi tambang Gag Nikel.
“Secara visual, tingkat pencemaran di wilayah itu tidak tergolong serius,” ujar Hanif dalam pernyataan di Jakarta pekan lalu.
Hanif menambahkan bahwa luas konsesi tambang PT Gag Nikel mencapai 6.030 hektare, dengan area yang sudah dibuka seluas 187,87 hektare. Ia juga menyebut bahwa lokasi tambang berada di kawasan hutan lindung dan termasuk dalam daftar perusahaan yang mendapat izin khusus pasca-relaksasi Undang-Undang Kehutanan.
“Status kawasan itu berada di hutan lindung. Penjelasan teknis lebih lanjut akan disampaikan oleh Menteri Kehutanan,” katanya.
Namun demikian, Hanif mengakui masih ada aspek legal yang perlu ditelaah lebih dalam, terutama terkait dua putusan hukum penting—Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 57P/HUM/2022 dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-XXI/2023—yang menegaskan larangan aktivitas tambang di pulau kecil.
“Putusan MA menyatakan larangan penambangan di pulau kecil bersifat mutlak, dan MK memperkuat ketetapan tersebut,” ungkap Hanif.
Ia menegaskan perlunya koordinasi lintas kementerian untuk merumuskan langkah lanjutan terkait keberlanjutan operasi PT Gag Nikel.