Jakarta – MataIndonesia. Pemerintahan Presiden Donald Trump mengumumkan langkah tegas terhadap mahasiswa asal Tiongkok, dengan rencana pencabutan visa secara agresif bagi mereka yang dianggap memiliki keterkaitan dengan Partai Komunis Tiongkok (PKT) atau tengah menempuh studi di bidang strategis.
Pernyataan ini disampaikan oleh Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio, menyusul kritik dari Beijing atas keputusan Amerika Serikat yang sebelumnya menangguhkan sementara penerbitan visa untuk mahasiswa asing.
“Amerika Serikat akan secara agresif mencabut visa bagi mahasiswa Tiongkok, termasuk mereka yang terkait dengan Partai Komunis atau yang sedang belajar di sektor-sektor strategis,” tegas Rubio dalam pernyataan yang dikutip dari AFP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pengetatan Visa dan Revisi Kebijakan Imigrasi Akademik
Rubio menambahkan bahwa pemerintah AS akan merevisi kriteria pengajuan visa bagi warga negara dari Tiongkok dan Hong Kong, guna meningkatkan pengawasan terhadap aplikasi visa dari kedua wilayah tersebut.
Langkah ini menjadi bagian dari kebijakan luar negeri dan keamanan nasional pemerintahan Trump yang menganggap infiltrasi akademik sebagai ancaman strategis, terutama di bidang teknologi, riset pertahanan, dan intelijen.
Mahasiswa China: Pilar Ekonomi Kampus AS
Mahasiswa asal Tiongkok selama ini menjadi kelompok internasional terbesar di kampus-kampus Amerika. Data tahun akademik 2023–2024 mencatat 277.398 mahasiswa China sedang menempuh pendidikan di AS. Meski demikian, untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun terakhir, India melampaui China dalam jumlah mahasiswa di AS.
Universitas-universitas di Amerika sangat bergantung pada mahasiswa internasional yang membayar biaya pendidikan penuh. Kebijakan imigrasi yang lebih ketat diperkirakan dapat mengganggu stabilitas finansial banyak lembaga pendidikan tinggi, termasuk universitas elite.
Harvard Terkena Dampak Langsung
Ketegangan antara pemerintah Trump dan institusi pendidikan juga kian memanas setelah pada Kamis (22 Mei) lalu, Trump mencabut izin Universitas Harvard untuk menerima mahasiswa internasional. Menteri Keamanan Dalam Negeri AS, Kristi Noem, memerintahkan penghentian sertifikasi Program Mahasiswa dan Pertukaran (SEVP) Harvard untuk tahun akademik 2025–2026.
Selain itu, pendanaan federal senilai US$3 miliar (sekitar Rp48 triliun) untuk Harvard juga dibekukan. Pemerintah menuding universitas tersebut menyebarkan kekerasan, antisemitisme, dan memiliki hubungan dengan Partai Komunis Tiongkok. Akibatnya, Harvard melayangkan gugatan balik kepada pemerintah AS, menuntut agar dana tersebut dikembalikan.
Langkah Berulang, Tapi Semakin Eskalatif
Kebijakan pengetatan terhadap mahasiswa China bukan hal baru dalam masa pemerintahan Trump. Pada periode sebelumnya, kebijakan serupa telah diterapkan, namun lebih terbatas pada mahasiswa yang berada di bidang riset militer dan teknologi tinggi. Kini, langkah tersebut diambil lebih luas dan agresif, berpotensi memengaruhi ribuan pelajar Tiongkok di berbagai bidang studi.
Kebijakan ini dinilai sebagai bagian dari strategi “decoupling” atau pemisahan strategis antara AS dan Tiongkok, yang mencakup sektor pendidikan, ekonomi, dan teknologi.