Jakarta – MataIndonesia. Kebijakan pemerintah untuk menyalurkan Bantuan Subsidi Upah (BSU) sebesar Rp150 ribu per bulan selama dua bulan menuai kritik dari kalangan serikat pekerja. Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI) menilai kebijakan tersebut hanya bersifat sementara dan belum menjawab persoalan mendasar yang tengah dihadapi para buruh.
Presiden ASPIRASI, Mirah Sumirat, menegaskan bahwa pemerintah seharusnya tidak hanya fokus pada pemberian insentif jangka pendek, tetapi juga mendorong pembukaan lapangan kerja baru serta menstabilkan harga pangan yang semakin memberatkan masyarakat.
Nilai BSU Menurun, Buruh Harap Pemerintah Konsisten
Mirah membandingkan nilai BSU tahun ini dengan bantuan yang diberikan saat masa pandemi COVID-19, yang mencapai Rp600 ribu per penerima. Ia juga meminta agar pemerintah menggunakan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jakarta sebagai acuan seperti pada tahun-tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
“Saat itu UMP Jakarta dijadikan patokan untuk penyaluran BSU. Harapan kami, mekanisme itu tetap dipertahankan agar bantuan tepat sasaran,” ujar Mirah kepada KBR, Selasa (27/5/2025).
Ia menambahkan, kondisi ekonomi buruh saat ini berada dalam tekanan. Selain harga bahan pokok yang melambung, banyak pekerja yang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal di berbagai sektor industri.
Lima Tuntutan ASPIRASI kepada Pemerintah
ASPIRASI mengajukan lima poin tuntutan kepada pemerintah sebagai respons atas kondisi yang dihadapi buruh:
-
Memperpanjang durasi BSU hingga akhir Desember 2025.
-
Memperluas cakupan bantuan sosial bagi buruh yang terkena PHK.
-
Mendorong penciptaan lapangan kerja baru.
-
Menurunkan harga pangan dan sembako hingga 20%.
-
Menyediakan pelatihan keterampilan (re-skilling dan upskilling) gratis untuk buruh dan pencari kerja.
Ekonom: Insentif Sementara, Solusi Jangka Panjang Tetap Lapangan Kerja
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto, menyambut baik upaya stimulus pemerintah, tetapi mengingatkan bahwa insentif seperti BSU hanya bersifat sementara.
“Yang lebih penting adalah mendorong investasi agar tercipta lapangan kerja baru. Ini yang menjadi kunci pertumbuhan ekonomi berkelanjutan,” ujar Eko.
Eko juga menyoroti pentingnya menjaga stabilitas harga, terutama untuk komoditas pangan, di tengah melemahnya daya beli masyarakat. Menurutnya, keberhasilan program insentif sangat tergantung pada ketepatan sasaran dan durasi pemberlakuan, mengingat keterbatasan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Ia juga mewanti-wanti potensi gejolak ekonomi global, termasuk kebijakan tarif Amerika Serikat yang bisa berdampak pada perekonomian domestik.
Parlemen Tekankan Reformasi Struktural, Bukan Sekadar Insentif
Dari perspektif legislatif, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Hanif Dhakiri, menyebutkan bahwa insentif seperti BSU memang dapat merangsang ekonomi dalam jangka pendek, asalkan tepat sasaran dan dikelola dengan baik.
Namun, Hanif mengingatkan bahwa untuk menghindari stagnasi ekonomi, pemerintah harus berani melakukan reformasi struktural. Ia menekankan pentingnya:
-
Perluasan lapangan kerja,
-
Penguatan perlindungan sosial,
-
Transformasi sektor produktif seperti industri, pertanian, dan UMKM digital,
-
Serta kebijakan fiskal ekspansif yang diarahkan pada pelatihan vokasi, infrastruktur dasar, dan hilirisasi industri.
“Keberanian melakukan transformasi ekonomi akan menentukan seberapa cepat kita keluar dari jebakan stagnasi,” tegasnya.
Konteks Ekonomi: Pertumbuhan Melambat, Insentif Diharapkan Jadi Pemicu
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I 2025 hanya mencapai 4,87 persen (yoy)—lebih rendah dibandingkan kuartal I 2024 (5,11%) dan kuartal IV 2024 (5,02%). Ini menjadi pertumbuhan terendah sejak tahun 2021.
Sebagai respons, pemerintah meluncurkan enam paket insentif yang akan dimulai pada 5 Juni 2025, untuk mendorong konsumsi domestik selama libur sekolah:
-
Diskon transportasi: Kereta, pesawat, dan kapal laut.
-
Diskon tarif tol hingga 20% untuk 110 juta kendaraan.
-
Diskon listrik 50% bagi pelanggan rumah tangga ≤1300 VA.
-
Tambahan bantuan sosial: Kartu Sembako Rp200.000 dan 10 kg beras untuk 18,3 juta keluarga.
-
BSU Rp150.000/bulan bagi 17 juta pekerja bergaji ≤ Rp3,5 juta dan guru honorer.
-
Diskon iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) 50% bagi sektor padat karya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa insentif ini dirancang untuk menjaga daya beli dan mendorong konsumsi masyarakat yang berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Pemberian insentif oleh pemerintah menjadi langkah darurat untuk menstimulasi konsumsi dalam situasi ekonomi yang melambat. Namun, berbagai pihak sepakat bahwa insentif bukanlah solusi utama.
Pembukaan lapangan kerja, stabilisasi harga pangan, dan reformasi sektor produktif menjadi strategi jangka panjang yang harus segera dijalankan untuk menjawab tantangan ekonomi Indonesia ke depan.