Jakarta – MataIndonesia. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengungkapkan tujuh penyebab utama pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi sepanjang awal tahun ini. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), hingga 23 April 2025 tercatat sebanyak 24.036 pekerja telah terkena PHK di seluruh Indonesia.
Dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (5/5), Yassierli menjelaskan bahwa dari 25 faktor yang dianalisis, terdapat tujuh alasan paling dominan yang memicu gelombang PHK tersebut.
“Kalau kita lihat, dari 25 penyebab PHK, ada tujuh yang paling dominan. Yang pertama adalah perusahaan mengalami kerugian atau bahkan tutup karena melemahnya pasar, baik di dalam negeri maupun luar negeri,” ungkap Yassierli.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Faktor kedua adalah relokasi perusahaan ke wilayah lain yang menawarkan biaya tenaga kerja lebih murah. Langkah ini disebut menjadi strategi pengusaha dalam menekan biaya operasional.
Alasan ketiga adalah perselisihan hubungan industrial, yang meski tak masif, tetap menjadi penyumbang angka PHK. Disusul kemudian oleh tindakan balasan dari pengusaha terhadap aksi mogok kerja yang dilakukan karyawan.
Sementara itu, efisiensi perusahaan juga menjadi alasan kelima. Menaker menyebutkan, beberapa perusahaan memang mampu bertahan di tengah tekanan ekonomi, namun harus merumahkan sebagian pekerjanya demi kelangsungan bisnis.
Alasan keenam berkaitan dengan transformasi atau perubahan model bisnis yang mengakibatkan restrukturisasi tenaga kerja. Sedangkan faktor ketujuh adalah kepailitan perusahaan akibat ketidakmampuan membayar kewajiban kepada kreditur.
Menaker menegaskan bahwa untuk merumuskan strategi mitigasi, pemerintah harus menelaah setiap kasus secara spesifik. “Penyebab PHK sangat beragam, jadi tidak bisa disamaratakan. Kita harus melihat satu per satu agar langkah mitigasinya tepat,” ujarnya.
Rilis ini menyoroti pentingnya pendekatan holistik dan responsif dalam menghadapi dinamika ketenagakerjaan nasional, sekaligus menjadi alarm bagi stakeholder untuk memperkuat perlindungan tenaga kerja di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Sumber Berita : Detikfinance.com