Jakarta – MataIndonesia. Ketegangan dunia memanas setelah Amerika Serikat (AS) melancarkan serangan udara ke tiga fasilitas nuklir utama Iran, meningkatkan kekhawatiran akan eskalasi konflik yang berpotensi memicu krisis global. Langkah ini memunculkan spekulasi bahwa Iran mungkin membalas dengan mengganggu lalu lintas pelayaran di Selat Hormuz, jalur strategis bagi perdagangan minyak dunia.
Pemerintah Iran menyatakan semua opsi terbuka untuk mempertahankan kedaulatannya. “Kami tidak akan diam. Langkah-langkah tegas akan diambil sebagai bentuk perlawanan,” tegas pejabat Iran menanggapi serangan AS.
Ancaman terhadap Selat Hormuz dan Dampak Ekonomi Global
Selat Hormuz, jalur sempit di Teluk Persia, merupakan titik vital bagi sekitar 25% pasokan minyak global, termasuk ekspor ke China, Eropa, dan negara-negara lain. Jika Iran membatasi atau mengganggu aliran minyak melalui selat ini, harga minyak dunia diprediksi melonjak tajam, berpotensi memicu krisis ekonomi internasional.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Analis memperkirakan Iran tidak perlu menutup selat secara resmi, melainkan cukup meningkatkan risiko navigasi—misalnya dengan serangan drone, ranjau laut, atau kapal patroli—sehingga kapal komersial enggan melintas.
Kerentanan Selat Hormuz
Dengan lebar hanya 33,8 km di titik tersempit dan jalur pelayaran selebar 3,2 km, Selat Hormuz sangat rentan terhadap gangguan militer. Sekitar 20 juta barel minyak per hari dari Arab Saudi, Irak, UEA, dan Iran melewati selat ini, bersama dengan pasokan gas alam cair (LNG) dari Qatar, pemasok utama global.
Respons AS dan Sekutu
AS memiliki sejarah menjaga keamanan Selat Hormuz, seperti saat “Perang Tanker” (1980-1988) dan operasi maritim International Maritime Security Construct (IMSC) pada 2019. Namun, fokus keamanan AS belakangan bergeser ke Laut Merah akibat serangan milisi Houthi.
Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio bahkan meminta China—konsumen minyak terbesar Iran—untuk membantu meredakan ketegangan. “China bergantung pada Selat Hormuz. Kami harap mereka dapat berperan menenangkan situasi,” ujarnya di Fox News.
Ketergantungan Global dan Tindakan Iran di Masa Lalu
Meski Arab Saudi dan UEA memiliki alternatif pipa minyak, negara seperti Kuwait, Irak, dan Bahrain tetap bergantung pada Selat Hormuz. Iran sendiri masih menggunakan selat ini untuk ekspor, meski telah mengembangkan terminal minyak di Pelabuhan Jask.
Iran kerap menggunakan taktik “gangguan maritim” sebagai tekanan politik, seperti:
-
April 2024: Menyita kapal MSC Aries terkait Israel sebelum menyerang dengan drone.
-
April 2023: Menahan kapal tanker AS sebagai balasan penyitaan minyaknya di Malaysia.
-
Mei 2022: Menahan dua kapal tanker Yunani selama enam bulan.
Namun, Iran belum pernah benar-benar menutup Selat Hormuz, bahkan di tengah sanksi berat sekalipun.
Kekhawatiran Dunia
Eskalasi ini memicu kekhawatiran akan resesi ekonomi global jika pasokan minyak terganggu. Pasar energi dunia kini waspada menanti langkah Iran dan respons internasional selanjutnya.