Jakarta – MataIndonesia. Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) menyerukan aksi off-bid massal serentak di seluruh Indonesia pada 20 Mei 2025. Aksi ini akan diikuti oleh ribuan pengemudi ojek online (ojol), taksi online (taksol), dan kurir dari berbagai platform digital. Mereka juga akan menggelar aksi turun ke jalan bersama komunitas dan serikat pekerja sebagai bentuk protes atas kondisi kerja yang dinilai tidak manusiawi dan semakin memberatkan.
Ketua SPAI, Lily Pujiati, menyatakan bahwa aksi ini merupakan alarm keras terhadap ketidakadilan sistem kerja yang diberlakukan oleh perusahaan platform digital, terutama yang bergerak di sektor transportasi dan pengiriman.
“Aksi off-bid massal satu Indonesia ini adalah bentuk perlawanan terhadap sistem kerja yang secara terang-terangan memeras tenaga para pengemudi. Kami tidak akan tinggal diam melihat jerih payah kami terus dieksploitasi,” ujar Lily dalam keterangannya, Jumat (16/5/2025).
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Potongan Selangit, Penghasilan Kian Tergerus
Menurut Lily, salah satu akar persoalan adalah potongan sepihak oleh platform yang mencapai hingga 70% dari total biaya layanan. Dalam banyak kasus, pengemudi hanya menerima sekitar Rp 5.200 untuk pengantaran makanan yang dibayar pelanggan seharga Rp 18.000.
“Ini bentuk eksploitasi digital. Platform untung besar, sementara pengemudi hanya mendapat sisa yang bahkan tidak mencukupi untuk biaya bensin dan makan,” tegas Lily.
Karena itu, SPAI bersama komunitas pengemudi menuntut agar potongan platform diturunkan menjadi maksimal 10%, bahkan idealnya dihapuskan sama sekali. Selain itu, mereka menuntut adanya standar tarif yang adil dan setara untuk penumpang, barang, dan makanan.
Tolak Skema Prioritas Diskriminatif
Tidak hanya potongan, SPAI juga menyoroti berbagai skema algoritmik yang diskriminatif, seperti GrabBike Hemat, skema slot “aceng” di Gojek, sistem hub di ShopeeFood, serta prioritas di Maxim, Lalamove, InDrive, Deliveree, dan Borzo.
“Skema-skema ini menciptakan ketimpangan di antara sesama pengemudi. Hanya yang ikut program tertentu yang dapat prioritas, sementara lainnya seolah jadi ‘pengemudi kelas dua’,” tambah Lily.
SPAI menilai bahwa sistem ini bertentangan dengan azas keadilan dan kesetaraan dalam bekerja, serta mendorong praktik kompetisi tidak sehat antar pengemudi.
Desakan pada Pemerintah: Segera Sahkan Payung Hukum Ojol
Dalam momentum Hari Kebangkitan Nasional yang juga jatuh pada 20 Mei, SPAI mendesak Kementerian Ketenagakerjaan dan DPR RI untuk segera memasukkan perlindungan hukum bagi pekerja platform digital ke dalam pembahasan RUU Ketenagakerjaan, yang saat ini telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
“Negara tidak boleh membiarkan jutaan pekerja digital dibiarkan berjuang sendiri tanpa perlindungan. Sudah saatnya pemerintah hadir secara nyata dengan membuat regulasi yang tegas,” tutup Lily.
Aksi Nasional Jadi Titik Balik
Aksi off-bid nasional dan turun ke jalan ini diprediksi akan berdampak signifikan terhadap operasional platform digital pada hari pelaksanaan. SPAI mengimbau seluruh pengemudi untuk menonaktifkan aplikasi (off-bid) di manapun mereka berada, sebagai bentuk solidaritas nasional menuntut perubahan.
Dengan aksi ini, pengemudi ingin mengirimkan pesan jelas: mereka bukan sekadar “mitra” dalam istilah sepihak perusahaan, tetapi pekerja nyata yang menuntut pengakuan, keadilan, dan perlindungan hukum yang setara.